Jumat, 03 Juli 2009

FRIEND PLEASE TRUST ME

Gue nggak mau lagi duduk sebangku sama pagar yang tega makan tanaman. Mendingan elo jadi kambing, gue masih bisa maklum. Karena kambing tuh memang makan tanaman, kalau pagar?


Sebuah tepukan keras di pundak Ning membuatnya terkejut. Saat ia membalikkan badan, dilihatnya sosok Yuli yang sedang berdiri di belakangnya dengan tatapan mata penuh amarah. Ning tersenyum tipis, “Pasti deh sedang ada masalah dengan anak ini,” batin Ning.
“Ngapain elo senyum-senyum gitu! Lagaknya seperti orang nggak punya salah saja!” bentak Yuli keras. Membuat teman-temannya yang kebetulan berada di dalam kelas merasa heran, Yuli marah sama Ning? Rasanya tak kan ada yang percaya kalau tidak menyaksikan sendiri. Siapa pun penghuni sekolah SMU Negeri 1 Purbalingga ini tahu siapa Dwi Bina Yuli Margarini dan Yatiningrum. Persahabatan mereka sudah seperti saudara sekandung, di mana ada Ning pasti di situ ada Yuli begitu juga sebaliknya, tapi sekarang?
“Gue nggak ngerti deh yang elo omongin,” Ning berusaha meredam emosi sahabatnya.
“Kalau gue katakan ini tentang Agil? Elo masih mau bilang nggak ngerti juga?” tanya Yuli dengan senyum mengejek. “Agil? Jadi ini semua masalah tentang Agil,” batinnya.
“Heh! Gue tanya sama elo!” kembali Yuli menyerang.
“Ini pasti salah paham,” batin Ning.
“Tenang, Yul. Gue yakin ini pasti terjadi salah paham!”
“Salah paham apa? Elo jangan coba nutupin kebusukan hati elo, dong!

” Ning terkejut mendengar omongan Yuli yang terdengar sangat kasar di telinganya. Selama ini, belum pernah Yuli berkata sekasar itu padanya. Yuli bilang hatinya busuk? Sebesar itukah kesalahanku padanya? Sahabatnya sendiri meragukan ketulusan hatinya, bagaimana mungkin?
“Elo kenapa sih mesti tikam gue dari belakang? Elo ngomong baik-baik pun gue akan ngerti kok perasaan elo!“ Ning masih tak mengerti arah pembicaraan Yuli.
“Maksud elo apa, sih, Yul! Kok nyangkut perasaan gue, perasaan apa? Omongan elo makin ngawur!” Yuli mendengus kesal rasanya amarahnya semakin memuncak saja.
“Masih tanya lagi! Elo cinta kan sama Agil?” ucap Yuli akhirnya, yang membuat jantung Ning hampir melompat dari tempatnya berdetak. Untung bel masuk cepat berbunyi, Yuli mengambil tas dari laci mejanya. Ning mencekal pergelangan tangan sahabatnya. Tapi, Yuli menatap benci ke arah Ning.
“Gue nggak mau lagi duduk sebangku sama pagar yang tega makan tanaman. Mendingan elo jadi kambing, gue masih bisa maklum. Karena kambing tuh memang makan tanaman, kalau pagar? Elo ingin tahu? itulah diri elo, Ning!” Yuli menepis tangan Ning kasar. Ning hanya terdiam, ia tak mampu berkata apa-apa. Agil? Semua ini karena cowok itu, bagaimana pun ia harus berusaha untuk menyelesaikan masalah ini. Ia tidak ingin persahabatannya dengan Yuli hancur karena masalah cowok yang nggak pantas untuk dicintai.

Memang tiga hari lalu, Ning sempat bicara dengan Agil saat cowok itu datang ke rumahnya. Tanpa basa-basi, cowok itu berterus terang, selama ini ia mencintai Ning. Ia jadian dengan Yuli hanya untuk mendekatinya. Dengan pede-nya, Agil ngomong, dia tuh tahu Ning suka padanya sama seperti dirinya.
“Sudah, deh! Elo terima saja cinta gue, dan mulai sekarang kita jadian. Soal Yuli… dia pasti mau ngerti, kok. Gue yakin, dia kan sahabat elo! Yuli pasti nggak keberatan,” enteng sekali Agil ngomong tanpa mau mempedulikan perasaan Ning saat itu.
“Jadi elo mau main Sephia-sephiaan, nih?” ujar Ning. Agil hanya menatapnya tak berkedip. Mukanya pede banget, ia yakin, Ning mau menerima cintanya. “Dasar cowok nggak punya malu!” rutuk Ning penuh amarah.
“Elo tuh brengsek tahu nggak, sih? Kalau Yuli tahu sifat asli elo saat ini, dia pasti nggak akan sedikit pun memberikan hatinya pada buaya macam elo!” Ning terlihat emosi saat itu. Rasanya, ingin sekali meninju wajah Agil hingga nggak berbentuk.
“Jadi elo nggak mau nerima cinta gue?” tantang Agil. Ia berdiri dari duduknya.
“Oke kita lihat siapa yang lebih dipercaya Yuli, gue atau elo!” belum sempat Ning mengeluarkan kata-kata, Agil sudah meninggalkan rumahnya dengan deru motornya. Ning tersadar, rupanya ini arti omongan Agil beberapa hari lalu. Dan saat ini, omongan itu telah dibuktikannya. Ia berusaha memisahkannya dari Yuli, ia meracuni pikiran Yuli dengan mengatakan Ning ingin merebut Agil dari hatinya, culas sekali!

“Yuli, tolong jangan tutup telepon ini. Gue ingin ngomong sama elo, beri kesempatan pada gue untuk jelasin semua kesalahpahaman ini,” Ning memohon.
“Sebelum elo ngomong, biar gue yang ngomong. Pernahkah gue nyakitin hati elo? Pernahkah gue jahatin elo? Elo nggak perlu jawab karena gue yang akan menjawabnya sendiri, nggak pernah, kan? Tapi sekarang kenapa elo membuat hati gue sakit, Ning? Dalam diri gue, adakah yang kurang sebagai sahabat? Gue selalu mendukung elo kalau elo seneng. Gue selalu ada di samping elo tiap elo punya masalah, gue selalu ada Ning. Tapi kenapa? Kenapa elo lakukan semua ini pada diri gue?” Nada suara Yuli terdengar bergetar. Ning tak tahan lagi mendengar omongan Yuli. Hatinya terasa teriris sembilu yang lebih tajam daripada pedang. Perlahan, ia lepas horn telepon dari tangannya tak dipedulikannya Yuli yang seakan sedang menghakimi dirinya. Percuma, ia bicara dengan Yuli, dia tak ‘kan pernah mau mengerti. Yuli sama sekali tidak mau mendengar penjelasannya.
“Kamu Ning? Ada apa? Siap jadi Sephia?” ejek Agil tanpa beban saat sore itu Ning nekat datang ke rumah Agil. Ning menatap Agil dengan penuh kebencian.
“Cara elo busuk banget! Kenapa sih elo mau menghancurkan persahabatan gue ama Yuli, salah gue apa?”
“Salah elo nggak banyak, Ning. Cuma satu! Elo nolak cinta gue!” tutur Agil singkat. “Andai saja Yuli tahu sifat elo, dia nggak akan sudi menjalin hubungan cinta sama elo!”

“Buktinya dia mau, kan? Selama ini nggak pernah ada yang menolak cinta gue, cuma elo, Ning!” Agil tersenyum penuh kemenangan. “Karena hati gue nggak buta, Gil!” balas Ning tajam. Mereka berdua tidak menyadari sosok Yuli sudah berada di tengah mereka. Yuli memegang tangan Ning, Agil dan Ning menjadi terkejut. Agil terlihat gusar dengan kedatangan Yuli yang tanpa diduga.
“Elo benar, Ning! Mata hati gue buta karena menerima cinta palsu cowok brengsek ini!” Yuli penuh amarah, matanya menyambar tajam ke arah Agil yang terlihat gugup.
“Gue telah mendengar sendiri, dan itu cukup bagi gue. Gue nyesel banget menempatkan cinta gue pada orang yang salah. Ayo, Ning, kita tinggalkan cowok nggak berguna ini!” Yuli menarik tangan Ning dan meninggalkan Agil yang terbengong sendiri di tempatnya berdiri.
Di sepanjang perjalanan pulang, berkali-kali Yuli menyampaikan permintaan maafnya. Kata Yuli, mata hatinya dibutakan cinta palsu Agil hingga nggak bisa melihat kejujuran sahabatnya sendiri.
“Gue bener-bener menyesal, elo mau maafin gue kan, Ning?” Ning tersenyum tipis mendengarkan rasa penyesalan Yuli, cewek itu jujur mengakui kesalahannya. Sore itu, dia memang sengaja ke rumah Agil mau minta penjelasan cowok itu. Saat Yuli mau masuk, dia mendengar pertengkaran antara Ning dan Agil. Dan Yuli benar-benar nggak menyangka, Agil tega berbuat seperti itu padanya. Ternyata, sifat cowok itu benar-benar basi!

“Elo nggak rugi putus sama Agil? Dia kan cakep!” tanya Ning menyelidik. Yuli tertegun mendengar pertanyaan Ning. Dia sendiri tidak tahu akan perasaannya. Dia memang pernah sangat mencintai Agil. Tapi setelah tahu sifatnya, rasanya cintanya sudah terbang entah ke mana. Dan dia nggak akan pernah menyesali keputusannya.
“Gue malah bersyukur bisa terlepas dari Agil,” putus Yuli akhirnya. “Elo pasti akan dapat pengganti yang lebih segalanya dari Agil, Yul. Elo cantik, pandai bergaul, pasti banyak cowok yang mengejar elo!”
“Asal saja ngejarnya jangan pakai batu ya, Ning?” gurau Yuli. Keduanya tertawa lepas.
“Yul… soal omongan elo kemarin. Bener nih gue pagar yang tega makan tanaman?” tanya Ning. Yuli tersenyum tipis. Kemudian menggeleng perlahan.
“Sorry, Ning, gara-gara Agil gue jadi ngomong yang nggak-nggak sama elo. Gue nyesel banget, gue tahu kok elo nggak akan pernah jadi pagar yang makan tanaman. Elo sahabat sejati gue dan gue nggak akan pernah lagi menyangsikan ketulusan persahabatan yang elo berikan pada gue.”
“Berarti ?” Ning menggantung kalimatnya.
“Itu berarti elo bukan pagar tapi kambing!” kata Yuli penuh tawa. Wajah Ning memerah, bukan apa-apa sih cuma Yuli ngomongnya di tengah jalan. Karuan aja orang-orang yang di jalan jadi heran melihat mereka. Senja pun turun saat dua orang sahabat itu kembali menjalin persahabatan yang sempat terputus karena salah paham.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar